Friday, September 30, 2016

Rahasia Syukur, Sabar, dan Istighfar

Dalam mukaddimah kitab Al Waabilush Shayyib, Imam Ibnul Qayyim mengulas tiga hal di atas dengan sangat mengagumkan. Beliau mengatakan bahwa kehidupan manusia berputar pada tiga poros: Syukur, Sabar, dan Istighfar. Seseorang takkan lepas dari salah satu dari tiga keadaan:
1- Ia mendapat curahan nikmat yang tak terhingga dari Allah, dan inilah mengharuskannya untuk bersyukur. Syukur memiliki tiga rukun, yang bila ketiganya diamalkan, berarti seorang hamba dianggap telah mewujudkan hakikat syukur tersebut, meski kuantitasnya masih jauh dari ‘cukup’. Ketiga rukun tersebut adalah:
  1. Mengakui dalam hati bahwa nikmat tersebut dari Allah.
  2. Mengucapkannya dengan lisan.
  3. Menggunakan kenikmatan tersebut untuk menggapai ridha Allah, karena Dia-lah yang memberikannya.
Inilah rukun-rukun syukur yang mesti dipenuhi

2- Atau, boleh jadi Allah mengujinya dengan berbagai ujian, dan kewajiban hamba saat itu ialah bersabar. Definisi sabar itu sendiri meliputi tiga hal:
  1. Menahan hati dari perasaan marah, kesal, dan dongkol terhadap ketentuan Allah.
  2. Menahan lisan dari berkeluh kesah dan menggerutu akan takdir Allah.
  3. Menahan anggota badan dari bermaksiat seperti menampar wajah, menyobek pakaian, (atau membanting pintu, piring) dan perbuatan lain yang menunjukkan sikap ‘tidak terima’ terhadap keputusan Allah.
Perlu kita pahami bahwa Allah menguji hamba-Nya bukan karena Dia ingin membinasakan si hamba, namun untuk mengetes sejauh mana penghambaan kita terhadap-Nya. Kalaulah Allah mewajibkan sejumlah peribadatan (yaitu hal-hal yang menjadikan kita sebagai abdi/budak-nya Allah) saat kita dalam kondisi lapang; maka Allah juga mewajibkan sejumlah peribadatan kala kita dalam kondisi sempit.
Banyak orang yang ringan untuk melakukan peribadatan tipe pertama, karena biasanya hal tersebut selaras dengan keinginannya. Akan tetapi yang lebih penting dan utama adalah peribadatan tipe kedua, yang sering kali tidak selaras dengan keinginan yang bersangkutan.

Ibnul Qayyim lantas mencontohkan bahwa berwudhu di musim panas menggunakan air dingin; mempergauli isteri cantik yang dicintai, memberi nafkah kepada anak-isteri saat banyak duit; adalah ibadah. Demikian pula berwudhu dengan sempurna dengan air dingin di musim dingin dan menafkahi anak-isteri saat kondisi ekonomi terjepit, juga termasuk ibadah; tapi nilainya begitu jauh antara ibadah tipe pertama dengan ibadah tipe kedua. Yang kedua jauh lebih bernilai dibandingkan yang pertama, karena itulah ibadah yang sesungguhnya, yang membuktikan penghambaan seorang hamba kepada Khaliqnya.
Oleh sebab itu, Allah berjanji akan mencukupi hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman Allah,
أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ
Bukankah Allah-lah yang mencukupi (segala kebutuhan) hamba-Nya?” (QS. Az Zumar: 36).

Tingkat kecukupan tersebut tentulah berbanding lurus dengan tingkat penghambaan masing-masing hamba. Makin tinggi ia memperbudak dirinya demi kesenangan Allah yang konsekuensinya harus mengorbankan kesenangan pribadinya, maka makin tinggi pula kadar pencukupan yang Allah berikan kepadanya. Akibatnya, sang hamba akan senantiasa dicukupi oleh Allah dan termasuk dalam golongan yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:
إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ وَكَفَى بِرَبِّكَ وَكِيلًا
(Sesungguhnya, engkau (Iblis) tidak memiliki kekuasaan atas hamba-hamba-Ku, dan cukuplah Rabb-mu (Hai Muhammad) sebagai wakil (penolong)” (QS. Al Isra’: 65).

Hamba-hamba yang dimaksud dalam ayat ini adalah hamba yang mendapatkan pencukupan dari Allah dalam ayat sebelumnya, yaitu mereka yang benar-benar menghambakan dirinya kepada Allah, baik dalam kondisi menyenangkan maupun menyusahkan. Inilah hamba-hamba yang terjaga dari gangguan syaithan, alias syaithan tidak bisa menguasai mereka dan menyeret mereka kepada makarnya, kecuali saat hamba tersebut lengah saja.

Sebab bagaimana pun juga, setiap manusia tidak akan bebas 100% dari gangguan syaithan selama dia adalah manusia. Ia pasti akan termakan bisikan syaithan suatu ketika. Namun bedanya, orang yang benar-benar merealisasikan ‘ubudiyyah (peribadatan) kepada Allah hanya akan terganggu oleh syaithan di saat dirinya lengah saja, yakni saat dirinya tidak bisa menolak gangguan tersebut… saat itulah dia termakan hasutan syaithan dan melakukan pelanggaran.
dengan demikian, ia akan beralih ke kondisi berikutnya:

3-
Yaitu begitu ia melakukan dosa, segera lah ia memohon ampun (beristighfar) kepada Allah. Ini merupakan solusi luar biasa saat seorang hamba terjerumus dalam dosa. Bila ia hamba yang bertakwa, ia akan selalu terbayang oleh dosanya, hingga dosa yang dilakukan tadi justeru berdampak positif terhadapnya di kemudian hari. Ibnul Qayyim lantas menukil ucapan Syaikhul Islam Abu Isma’il Al Harawi yang mengatakan bahwa konon para salaf mengatakan: “Seseorang mungkin melakukan suatu dosa, yang karenanya ia masuk Jannah; dan ia mungkin melakukan ketaatan, yang karenanya ia masuk Neraka”. Bagaimana kok begitu? Bila Allah menghendaki kebaikan atas seseorang, Allah akan menjadikannya terjerumus dalam suatu dosa (padahal sebelumnya ia seorang yang shalih dan gemar beramal shalih). Dosa tersebut akan selalu terbayang di depan matanya, mengusik jiwanya, mengganggu tidurnya dan membuatnya selalu gelisah. Ia takut bahwa semua keshalihannya tadi akan sia-sia karena dosa tersebut, hingga dengan demikian ia menjadi takluk di hadapan Allah, takut kepada-Nya, mengharap rahmat dan maghfirah-Nya, serta bertaubat kepada-Nya. Nah, akibat dosa yang satu tadi, ia terhindar dari penyakit ‘ujub (kagum) terhadap keshalihannya selama ini, yang boleh jadi akan membinasakan dirinya, dan tersebab itulah ia akan masuk Jannah.

Namun sebaliknya orang yang melakukan suatu amalan besar, ia bisa jadi akan celaka akibat amalnya tersebut. Yakni bila ia merasa kagum dengan dirinya yang bisa beramal ‘shalih’ seperti itu. Nah, kekaguman ini akan membatalkan amalnya dan menjadikannya ‘lupa diri’. Maka bila Allah tidak mengujinya dengan suatu dosa yang mendorongnya untuk taubat, niscaya orang ini akan celaka dan masuk Neraka.
Demikian kurang lebih penuturan beliau dalam mukaddimah kitab tadi, semoga kita terinspirasi dengan tulisan yang bersahaja ini.

Penulis: Ustadz Sufyan Basweidan, MA
Artikel Muslim.Or.Id

Thursday, September 29, 2016

Bersyukur = Bersedekah = Menambah Rezeki

Rumusnya :
Rezeki yang kita dapat  adalah nikmat dari Allah, salah satu cara untuk mensyukurinya adalah dengan bersedekah.
Sedangkan janji Allah, ketika seorang hamba mensyukuri nikmatNya maka niscaya akan Allah tambahkan (rezekinya) sedangkan jika ia kufur maka azab Allah akan menghampirinya. -Buka Surah Ibrahim (14) Ayat 7-

Bicara tentang hidup, banyak orang mengatakan bahwa hidup itu seperti roda yang terus berputar. Tidak selamanya hidup kita ada di ‘atas’, terkadang kita akan berada di ‘bawah’. Ada senang ada susah. ada aku ada kamu, Lho? hehe. Terkadang rezeki kita lebih dari cukup, terkadang rezeki kita pas-pasan.
Nah! tantangannya ada disini, kawan ~
Bagaimana caranya agar kita bisa tetap bersyukur dalam setiap keadaan..
Pertama, bergegaslah kita lihat ke ‘bawah’, betapa banyak orang lain di luar sana yang masih kurang beruntung dari kita, masih sangat banyak..
Sangat mudah, kita bisa mulai menghitungnya dari pagi hari ketika kita terbangun dari tidur, tidur kita yang lelap beralaskan kasur empuk dan masih beratap plafon, ya, karena kita masih bisa tidur di sebuah kamar yang nyaman di rumah kita. Kita harus ingat, bahwa di luar sana masih banyak orang yang tidur di pinggir jalan, kolong jembatan bahkan di dalam gerobak (!), Alhamdulillah wa laka syukru…
jika masih kurang, mari kita lanjutkan, kita bisa bernafas dengan bebas dengan gratis tanpa harus membayar tabung oksigen, kita bisa melihat dengan jelas, kita masih bisa berbicara, berteriak , bahkan tertawa, tangan kita masih bisa bergerak dengan bebas, kaki kita masih bisa berjalan dengan mudah kemanapun kita mau, pakaian yang kita kenakan masih sangat layak dan makanan pun tidak pernah absen dari keseharian kita, sedangkan di luar sana? Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (Ayat ini diulang di surat Ar-Rahman sebanyak 31 kali)
Jasa dan pengorbanan seorang ibu untuk anaknya tidak akan pernah selesai terhitung dan terbalas, apalagi menghitung semua nikmat yang datang dari Allah.. Sang Khaliq yang menciptakan kita dan ibu kita.. niscaya tak akan pernah bisa seorang manusia menghitung seluruh nikmat yang Ia beri, apalagi membalasnya.. :”)
“Harga selautan syukurku…,hanyalah setitik nikmatMu di bumi“ Aa gym - Mengemis Kasih
Oleh karena itu, selalu mensyukuri apapun yang Allah beri, baik yang menurut kita itu sedikit atau banyak adalah satu-satunya hal yang bisa kita lakukan..
sebagai salah satu bukti bahwa kita mengImani-Nya :”

Jadi, berani bersedekah ketika masa sulit sedang menerpa?
Harus Berani! :D
Bersyukur = Bersedekah = Menambah Rezeki 
InsyaAllah..berkah.. :’)
Ma’annajah wa Baarakallahu fiikum..
Wallahu a’lam bishawaab..
#ntms #catatankecil

Hikmah : KISAH ​RAJA DAN PELAYANNYA.

Ada seorang Raja yang mempunyai seorang pelayan, yang ​dalam setiap kesempatan selalu berkata kepada sang Raja: “Yang Mulia, jangan khawatir, karena segala sesuatu yang dikerjakan Allah adalah sempurna, Ia tak pernah salah.”
​Suatu hari, mereka pergi berburu, pada saat mana seekor binatang buas menyerang sang Raja. Si pelayan berhasil membunuh binatang tersebut, namun tidak bisa mencegah Rajanya dari kehilangan sebuah jari tangan. 

​Geram dengan apa yang dialaminya, tanpa merasa berterima kasih, sang Raja berkata, “Kalau Allah itu baik, saya tidak akan diserang oleh binatang buas dan kehilangan satu jari saya..!" 

​Pelayan tersebut menjawab, "Apapun yang telah terjadi kepada Yang Mulia, percayalah bahwa Allah itu baik dan apapun yang dikerjakanNya adalah sempurna, Ia tak pernah salah." 

​Merasa sangat tersinggung oleh respon pelayannya, ​sekembalinya ke istana, sang Raja memerintahkan para pengawalnya untuk memenjarakan si pelayan. Sementara dibawa ke penjara, pelayan tersebut masih saja mengulangi perkataannya: "Allah adalah baik dan sempurna adanya." 

​Dalam suatu kesempatan lain, sang Raja pergi berburu sendirian, dan karena pergi terlalu jauh ia ditangkap oleh orang-orang primitif yang biasa menggunakan manusia sebagai korban. 

​Diatas altar persembahan, orang-orang primitif tersebut menemukan bahwa ​sang Raja tidak memiliki jari yang lengkap. Mereka kemudian melepaskan Raja tersebut karena dianggap tidak sempurna untuk dipersembahkan kepada dewa mereka. 

​Sekembalinya ke istana, sang Raja memerintahkan para pengawal untuk mengeluarkan si pelayan dari tahanan, dan Raja itu berkata: "​Temanku.. Allah sungguh baik kepadaku. Aku hampir saja dibunuh oleh orang primitif, namun karena jariku tidak lengkap, mereka melepaskanku." 

​Tapi aku punya sebuah pertanyaan untukmu. "Kalau Allah itu baik, mengapa Ia membiarkan aku memenjarakanmu ?

​Sang pelayan menjawab: "Yang Mulia, kalau saja baginda tidak memenjarakan saya, baginda pasti sudah mengajak saya pergi berburu, dan saya pasti sudah dijadikan korban oleh orang-orang primitif td.

Allah…betapa hebat semua skenarioMu untukku :’)
Allaahumma lakal hamdu, wa laka syukru..