Saturday, April 23, 2011

ILTIZAM


Iltizam adalah suatu komitmen yang lahir dari dalam diri (wa’yu dzati) dan bukan sesuatu yang bersifat kamuflase (kepura-puraan)ataupun paksaan.


Menurut Fathi Yakan, iltizam adalah sebuah komitmen terhadap Islam dari hukum-hukumnya secara utuh dengan menjadikan Islam sebagai siklus kehidupan, tolak pikir dan sumber hukum dalam setiap tema pembicaraan dan permasalahan. Sebagaimana perintah Allah Taala dalam, QS. 2:208 agar seorang muslim masuk ke dalam Islam secara kaffah.


Jika seorang muslim telah menjadikan Islam sebagai titik tolak berfikir dalam segala hal maka sikap dan perilakunya bukan sekadar dibuat-buat melainkan dilakukan dengan kesadaran.



Dari ilmu dan pemahaman diharapkan menumbuhkan keyakinan dan iman yang kemudian mensibghah dan pada akhirnya membentuk sikap serta perilaku yang Islami.
Imam syahid Hasan Al-Bana membagi manusia ke dalam tiga kelompok berdasarkan pemahaman dan tingkatan akidahnya:

Kelompok yang menerima iman Islam secara doktrin atau dogmatis yang tidak disertai ilmu dan pemahaman yang memadai. Kualitas keyakinannya minim dan biasanya berubah menjadi keragu-raguan bila ada hal yang menimbulkan keraguan pada dirinya.
Kelompok yang menerima iman Islam karena sesuai dengan logika dan pemikiran bila diungkapkan dengan dalil-dalil berupa logika qurani, maka keimanan dan keyakinan semakin mantap dan bertambah kuat. Hanya saja amalnya masih kurang nampak atau belum terealisir secara baik. Jadi keyakinannya baru sampai tataran logika.

Kelompok yang menerima iman Islam karena memadukan unsur pikir, pemahaman dan ketaatan. Jadi semakin yakin ia akan semakin taat melaksanakan amal shaleh dan memperbaiki ibadahnya hatinya selalu diterangi cahaya Allah.




Indikasi-Indikasi Iltizam

Paling tidak harus ada dua indikator yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki iltizam atau komitmen:


Ada indikator lahiriah yang jelas dan kongkrit. Misalnya seorang muslim yang shaleh akan hampir selalu terlihat shalat berjamaah di masjid atau muslimahnya menutup aurat dengan memakai jilbab. Jadi logikanya tidak bisa dibalik bahwa orang yang shalat di masjid belum atau muslimah berjilbab belum tentu baik. Hal tersebut di atas memang tidak bisa digeneralisir dan kita sulit mengatakan seseorang memiliki iltizam jika ia enggan shalat atau enggan ke masjid dan enggan menutup aurat.


Adanya muraqabah dzatiyah. Kita memang tidak boleh hanya mengandalkan muta ba’ah zhahiriyah, melainkan juga harus menumbuhkan muraqabah dzatiyah agar amal yang dilakukan tidak dinodai kepura-puraan, kamuflase, nifaq, dan riya. Artinya di manapun dan dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun apakah ada orang atau tidak, giat atau malas, suka atau tidak suka, dicaci atau di puji kita tetap konsisten dalam melakukan amal shaleh. Sebagaimana Rasulullah saw. berpesan kepada seorang sahabat yang belum mau pulang atau kembali ke daerah asalnya untuk berdakwah.



اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada dan iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.”

No comments:

Post a Comment

Thank You ^_^