HAID
(MENSTRUASI)
Haid
adalah darah yang keluar dari seorang wanita secara alami, akibat sel telur
(ovum) yang tidak dibuahi, siklus haid ini terjadi pada waktu-waktu tertentu.
1. Usia wanita yang mengalami haid tidak tertentu, kapan
seorang wanita melihat pada dirinya darah haid, maka ia telah dianggap haid,
walaupun belum berusia 9 tahun atau berusia di atas 50 tahun.
2. Batas minimal dan maksimal masa haid tidak tertentu, jadi
ketika seorang wanita melihat darah kebiasaan tersebut bukan karena luka dan
sebagainya maka darah itu adalah darah haid tanpa diukur dengan masa tertentu.
Kecuali jika haid itu berlanjut dan tidak berhenti, atau berhenti dalam waktu
yang singkat maka itulah yang disebut dengan istihadhah.
3. Bila orang yang hamil itu melihat darah, maka ia berada
dalam dua situasi:
Pertama:
Bila itu terjadi beberapa waktu sebelum melahirkan, misalnya dua hari
sebelumnya dan disertai rasa sakit maka itu adalah darah nifas.
Kedua:
Bila itu terjadi beberapa waktu sebelum melahirkan tanpa disertai rasa sakit
atau keluar jauh sebelum waktu melahirkan, maka darah itu bukanlah nifas,
tetapi itu adalah darah haid, bila keluarnya pada
hari-hari kebiasaannya haid. Bila darah itu bukan darah kebiasaannya haid, maka
darah itu adalah darah fasad (rusak/kotor), tidak ada hukumnya.
4. Beberapa hal yang di luar kebiasaan haid:
Pertama: Bertambah dan berkurangnya masa haid
Kedua: Cepat atau lambatnya waktu datangnya
haid. Hukum kedua keadaan ini adalah bila ia melihat darah maka ia dianggap
haid, dan bila ia telah bersih, berarti ia telah dianggap suci, baik itu
melebihi darah kebiasaannya ataupun kurang dari itu. Baik itu melewati atau
lebih lambat dari waktu kebiasaannya.
Ketiga: Berwarna kuning dan keruh. Bila itu
terjadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu
adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan bila itu terjadi
setelah suci, maka itu bukan darah haid, kecuali bila pada akhir bersihnya
terdapat tanda-tanda haid seperti adanya rasa sakit dan sebagainya, maka itulah
haid.
Keempat: Darah haid keluar secara
terputus-putus, yaitu sehari keluar darah dan sehari lagi tidak keluar.
Dalam hal ini terdapat 2 kondisi:
1. Jika hal itu terjadi pada seorang wanita di setiap
waktunya, maka darah itu adalah darah istihadhah, dan berlaku baginya
hukum istihadhah.
2. Jika kondisi ini tidak sering terjadi pada seorang
wanita, tapi kadangkala saja datangnya, bila berhentinya darah kurang dari
sehari maka hal itu tidak dianggap suci, kecuali bila ia mendapatkan bukti yang
menunjukkan bahwa ia suci, misalnya, berhentinya darah tersebut pada akhir masa
kebiasaannya atau melihat lendir putih.
Kelima:
Terjadinya pengeringan darah, yaitu bila wanita tidak mendapatkan selain rasa
lembab atau basah (pada kemaluannya). Jika hal itu terjadi pada saat masa haid
atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka berlaku baginya hukum haid.
Tetapi bila itu terjadi setelah masa suci, maka itu tidak termasuk haid.
5. Haid itu akan berhenti dengan keluarnya lendir putih,
yaitu cairan berwarna putih yang keluar pada akhir masa haid, kecuali bila
lendir putih itu bukan kebiasaan akhir haidnya, maka masa sucinya adalah
keringnya darah.
6. Bila setitik cairan dengan jumlah yang sangat sedikit,
keluar dari seorang wanita, maka terdapat dua kemungkinan; bila itu terjadi
pada masa haid dan ia menganggapnya sebagai darah haid yang ia kenal, maka itu
berarti darah haid, dan bila terjadi di luar kebiasaan waktu haid dan ia tidak
menganggapnya sebagai darah haid yang ia kenal, maka darah itu tidak ada
hukumnya karena termasuk sesuatu yang sedikit (yang dimaafkan).
7. Bila seorang wanita hamil keluar darah ketika mengandung,
keadaannya ada dua:
Pertama: Bila darah itu keluar terus menerus
tanpa henti (di saat-saat haidnya) sejak hamil, maka ini termasuk darah haid.
Kedua: Bila darah itu berhenti lalu setelah
itu ia melihat darah yang bukan darah kebiasaan, maka ini tidak termasuk darah
haid.
ISTIHADHAH
Istihadhah
adalah keluarnya darah terus-menerus pada seorang wanita
tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti dua hari atau tiga hari.
1. Kondisi wanita mustahadhah
ada tiga:
Pertama:
Sebelum mengalami istihadhah, ia telah mempunyai waktu haid yang jelas.
Dalam kondisi seperti itu, hendaklah ia berpedoman kepada jadwal haidnya yang
telah diketahui sebelumnya. Maka pada masa itu dihitung sebagai haid dan
berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun selain masa tersebut maka itu
merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.
Kedua:
Tidak mempunyai waktu haid yang jelas sebelum istihadhah, sementara ia
mengalaminya terus-menerus mulai dari saat pertama kali ia melihat darah. Dalam
kondisi ini, hendaklah ia melakukan tamyiz (pembedaan); seperti jika darahnya
berwarna hitam atau kental atau berbau, maka yang terjadi itu adalah haid dan
berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan jika tidak demikian, maka yang terjadi
itu adalah istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah.
Ketiga:
Tidak mempunyai waktu haid yang jelas dan tidak bisa membedakan darahnya secara
tepat. Misalnya jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus-menerus
mulai dari saat pertama kali melihat darah, sementara darahnya memiliki satu
sifat saja atau berubah-ubah dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid.
Dalam kondisi seperti ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan wanita pada
umumnya. Jadi masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan
dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah. Sedang selebihnya adalah
istihadhah. Bila ia lupa hari pertama haidnya, maka ia memulainya pada
awal bulan sabit.
2. Wanita Mustahadhah harus berwudhu setiap akan
sholat jika waktunya telah masuk dan bila akan wudhu ia harus mencuci bekas
darah itu lalu meletakkan kain dan kapas (atau Softex) untuk menyerap
darah.
3. Cairan putih yang keluar dari rahim bukan dari kandung
kemih adalah suci dan hukumnya adalah bila itu berlanjut terus maka hal itu
tidak membatalkan wudhu, tetapi ia hanya berwudhu untuk sholat jika waktunya
telah masuk, lalu sholat fardhu atau sholat sunnah, tetapi bila cairan itu
kadang-kadang berhenti maka wudhunya batal, maka sholatnya ditunda hingga darah
itu berhenti selama ia tidak khawatir dengan habisnya waktu sholat, bila ia
khawatir waktu sholatnya habis maka ia boleh berwudhu, menjaga (kebersihannya)
lalu sholat.
NIFAS
Nifas
adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan, baik
bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya, dua atau tiga hari,
yang disertai rasa sakit.
1. Masa nifas maksimal 60 hari, bila
darah itu keluar terus dengan cara yang sama, maka ia tidak boleh melewati masa
maksimalnya, yaitu 60 hari. Bila ia mendapati darah (setelah 60 hari), maka
hendaklah ia mandi lalu sholat. Kecuali bila bertepatan dengan masa haidnya
maka ia tetap menunggu hingga masa haidnya habis lalu mandi dan sholat. Bila
tidak bertepatan dengan masa haidnya, maka darah itu adalah darah kotor yang
tidak memiliki hukum. Hendaklah ia menghilangkan bekas-bekasnya dan berwudhu
setelah masuknya waktu, lalu sholat.
2. Bila wanita itu telah bersih dari nifas, lalu keluar lagi
dengan warna, bau dan dengan segala keadaannya yang sama dengan darah nifas,
maka itu adalah nifas, bila tidak demikian, maka itu adalah darah haid dan bila
tetap berlanjut maka itu adalah darah istihadhah.
3. Bila janin itu mengalami keguguran setelah 81 hari, maka
ia harus mengamati apakah janin itu sudah dalam bentuk manusia atau tidak. Bila
telah berbentuk manusia, maka darahnya adalah darah nifas, dan umumnya janin
yang sudah berumur 90 hari dalam kandungan sudah berbentuk manusia. Dan bila
mengalami keguguran sebelum berusia 80 hari maka darah itu bukanlah darah
nifas, tetapi darah penyakit, karena itu yang berlaku baginya adalah hukum
wanita mustahadhah, ia harus mencuci bekas-bekas darah, lalu berwudhu
untuk sholat bila telah masuk waktunya.
4. Tidak mengapa bila suami ingin menggauli istrinya bila ia
telah bersih dari nifas sebelum 40 hari.
Sholawat
dan salam atas nabi kita Muhammad Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta
keluarga dan para sahabatnya.
BEBERAPA
HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN WANITA YANG DITINGGAL MATI SUAMINYA
1. Ia harus tetap tinggal di rumahnya di mana suaminya
meninggal, tidak keluar dari rumah kecuali karena ada suatu urusan dan
kepentingan yang mendesak; seperti, berobat ke dokter ketika sakit, membeli
kebutuhan rumah tangganya seperti makanan dan semacamnya bila ia tidak
menemukan orang lain yang melakukan itu, hingga ia melahirkan bila ia tengah
mengandung atau menyempurnakan 4 bulan 10 hari masa iddah-nya kalau ia
tidak dalam keadaan hamil.
2. Menghindari penggunaan pakaian yang indah (dan menarik
perhatian) dan menggunakan pakaian yang selain itu.
3. Menghindari penggunaan
wangi-wangian, kecuali bila ia telah bersih dari haid atau nifas, maka ia boleh
menggunakan asap kayu bakhur (yang mengandung aroma harum) atau
wangi-wangian lain.
4. Menghindari penggunaan perhiasan emas, perak dan berbagai
macam bentuk perhiasan lainnya, baik itu berbentuk cincin, kalung dan
sebagainya.
5. Menghindari pewarna rambut dan celak; karena Rasulullah Shollallahu
‘Alahi wa Sallam melarang wanita yang ditinggal mati suaminya menggunakan
benda-benda tersebut.
Ia boleh mandi dengan air, sabun dan daun bidara bila ia
mau. Iapun boleh berbicara dengan siapa saja yang ia
kehendaki dari kaum kerabatnya atau orang lain.Ia juga boleh duduk bersama
muhrimnya, menyuguhkan kopi, makanan dan sebagainya.
Ia juga boleh bekerja di rumah, di kebun rumah atau atapnya
(khususnya untuk rumah-rumah model orang Saudi) siang dan malam pada segala
bentuk-bentuk pekerjaan rumah, seperti memasak, menjahit, menyapu rumah,
mencuci pakaian, memerah susu ternak dan berbagai macam pekerjaan yang biasa
dilakukan oleh wanita-wanita lain. Iapun boleh berjalan di waktu malam dengan
wajah terbuka sebagaimana wanita lainnya.
Dan
ia juga dapat menggunakan cadar (hanya menampakkan kedua mata) bila tidak ada
orang lain di sisinya kecuali muhrimnya.
Shalawat
dan salam atas nabi kita Muhammad Shollallahu ‘Alahi wa Sallam
beserta keluarga dan para sahabatnya.
Diposkan oleh Marhadi Muhayar, Lc., M.A.
No comments:
Post a Comment
Thank You ^_^