Untuk
yang masih bermimpi....berandai-andai... dibalut sesal....
semoga
tulisan (lama) ini bisa menguranginya.
Terima kasih kepada sahabat yang bertanya, apa kabarku akhir-akhir ini.
Rumput Tetangga Lebih Hijau, Ilusi
“Coba lihat tuh Pak, tetangga sebelah. Suaminya rajin menemani istrinya
ke pasar.”
“Istri temanku dikasih uang sekian cukup untuk sebulan.”
“Suami temanku memberikan semua kartu banknya pada istri.”
“Jeng, mbok ya sesekali seperti ibu tetangga. Pandai berdandan.”
Pernah mendengar kalimat seperti ini? Pernah merasakan hal serupa?
Ketidakpuasan akan pasangan hal yang wajar dan sering terjadi terutama
pada pasangan muda. Mau menikah melalui proses perkenalan panjang, mau
pendek; sajatinya pernikahan adalah berkumpulnya dua manusia yang
berbeda latar belakang dan kebiasaan. Sudah pasti banyak gesekan.
Gesekan timbul dari rasa tidak puas pada pasangan dan menuntut pasangan
sesuai konsep ideal yang ada dalam pikiran. Dalam kondisi ini, mata
menjadi lebih nyalang melihat sekitar. Tertangkaplah sosok-sosok yang ,
ndilalah, kok ya nampak sangat sempurna…jauh dibandingkan pendamping
saat ini.
Jadi saja, makin penasaran dengan yang Allah takdirkan menemani hidup.
Ini benar, dia yang ditakdirkan menjadi sebelah jiwa? Jangan-jangan tertukar? (Sinetron sebelah rusuk yang tertukar apakah sudah ada? ) Yang harus kita pahami lebih dahulu, sosok (nampaknya) sempurna itu hanya kita lihat sesekali.
Bisa jadi, kita sekedar mendengar cerita tentang dia. Bertemu pun belum pernah. Ada tangkapan sekilas-kilas yang pastinya bukanlah gambaran utuh sosok itu. Suami tetangga itu memang rajin menemani istrinya ke pasar, tapi dia amat sangat cemburuan. Keluar rumah saja sang istri dilarang sendirian. Istri teman yang diberi uang berapapun cukup untuk sebulan itu, sebenarnya berhutang pada rentenir tanpa sepengetahuan suaminya.
Suami yang memberikan semua kartu bank untuk istrinya itu ternyata isi banknya juga minim karena sebagian besar gaji sudah dipotong pinjaman bank. Ibu tetangga yang dijadikan role model yang suka berdandan itu, lha, ternyata punya pacar di kantornya.
Tangkapan mata kita tentang pasangan orang lain sudah pasti tidak utuh. Tidak bijak jika kemudian mengukur pasangan dengan tangkapan parsial itu karena bukan apple to apple. Hanya tangkapan sebagian dibanding dengan tangkapan 24/7.
Lagipula, sikap membanding-bandingkan ini sangat kental dengan sikap tidak syukur nikmat. Iya, suami sulit diminta menemani ke pasar, tapi dia sangat telaten mengasuh anak-anak. Benar bahwa istri selalu tidak cukup jika diberikan uang bulanan, tapi sifatnya memang sangat pemurah dan mudah tersentuh melihat penderitaan yang lain hingga selalu berbagi.
Betul bahwa suami tidak pernah terbuka tentang keuangan keluarga, tapi jika bertemu keadaan yang menuntut untuk membantu keluarga besar, suami selalu terdepan membuka dompet. Iya, istri lugu dan berpenampilan kampungan, tapi dia guru anak-anak yang disayangi banyak orang.
Saya selalu yakin dengan perintah Allah, ‘bersyukurlah kamu, maka akan Aku tambahkan nikmatKU berlipat-lipat’.
Rasa bersyukur atas karunia pasangan yang diberikan Allah pada kita, saya percaya adalah salah satu pintu pembuka semakin dekatnya pasangan akan sosok ideal yang kita inginkan.
Bukankah mudah bagi Allah untuk menjadikannya? Kun fayakun.
So? Rumput tetangga lebih hijau?
Mari kita sepakati, itu hanya ilusi.
-Maimon Herawati-
Ini benar, dia yang ditakdirkan menjadi sebelah jiwa? Jangan-jangan tertukar? (Sinetron sebelah rusuk yang tertukar apakah sudah ada? ) Yang harus kita pahami lebih dahulu, sosok (nampaknya) sempurna itu hanya kita lihat sesekali.
Bisa jadi, kita sekedar mendengar cerita tentang dia. Bertemu pun belum pernah. Ada tangkapan sekilas-kilas yang pastinya bukanlah gambaran utuh sosok itu. Suami tetangga itu memang rajin menemani istrinya ke pasar, tapi dia amat sangat cemburuan. Keluar rumah saja sang istri dilarang sendirian. Istri teman yang diberi uang berapapun cukup untuk sebulan itu, sebenarnya berhutang pada rentenir tanpa sepengetahuan suaminya.
Suami yang memberikan semua kartu bank untuk istrinya itu ternyata isi banknya juga minim karena sebagian besar gaji sudah dipotong pinjaman bank. Ibu tetangga yang dijadikan role model yang suka berdandan itu, lha, ternyata punya pacar di kantornya.
Tangkapan mata kita tentang pasangan orang lain sudah pasti tidak utuh. Tidak bijak jika kemudian mengukur pasangan dengan tangkapan parsial itu karena bukan apple to apple. Hanya tangkapan sebagian dibanding dengan tangkapan 24/7.
Lagipula, sikap membanding-bandingkan ini sangat kental dengan sikap tidak syukur nikmat. Iya, suami sulit diminta menemani ke pasar, tapi dia sangat telaten mengasuh anak-anak. Benar bahwa istri selalu tidak cukup jika diberikan uang bulanan, tapi sifatnya memang sangat pemurah dan mudah tersentuh melihat penderitaan yang lain hingga selalu berbagi.
Betul bahwa suami tidak pernah terbuka tentang keuangan keluarga, tapi jika bertemu keadaan yang menuntut untuk membantu keluarga besar, suami selalu terdepan membuka dompet. Iya, istri lugu dan berpenampilan kampungan, tapi dia guru anak-anak yang disayangi banyak orang.
Saya selalu yakin dengan perintah Allah, ‘bersyukurlah kamu, maka akan Aku tambahkan nikmatKU berlipat-lipat’.
Rasa bersyukur atas karunia pasangan yang diberikan Allah pada kita, saya percaya adalah salah satu pintu pembuka semakin dekatnya pasangan akan sosok ideal yang kita inginkan.
Bukankah mudah bagi Allah untuk menjadikannya? Kun fayakun.
So? Rumput tetangga lebih hijau?
Mari kita sepakati, itu hanya ilusi.
-Maimon Herawati-
No comments:
Post a Comment
Thank You ^_^