Monday, October 3, 2016

Sastra Banding (Adab Muqoron)



Oleh : S. Hani. N
SASTRA BANDINGAN
          Sastra bandingan dalam bahasa Arab disebut Adab Muqoron, Muqoron artinya perbandingan.  Adab artinya sastra. Jadi Adab Muqoron adalah perbandingan karya sastra yang satu dengan karya sastra yang satu atau beberapa karya sastra lain, serta perbandingan karya sastra dengan ekspresi manusia dalam bidang lain. Dalam kamus Websters, dikemukakan bahwa sastra bandingan mempelajari hubungan timbal balik karya sastra dari dua atau lebih kebudayaan nasional yang biasanya berlainan bahasa, dan terutama pengaruh karya sastra yang satu terhadap karya sastra lain. Sedangkan menurut Wellek dan Warren, Holman mengungkapkan, bahwa sastra bandingan adalah studi sastra yang memiliki perbedaan bahasa dan asal negara dengan suatu tujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan dan pengaruhnya antara karya yang satu terhadap karya yang lain, serta ciri-ciri yang dimilkinya.  Jadi dapat disimpulkan bahwa Adab Muqoron atau sastra banding itu tidak hanya sekedar melakukan perbandingan antara satu karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain, tetapi juga bertujuan untuk mencari tahu keterpengaruhan antara satu karya sastra terhadap karya sastra lainnya. Hal ini tentunya sangat bermanfaat, salah satunya bisa mengurangi peristiwa plagiatisme dalam pembuatan karya sastra.
          Sastra bandingan adalah pendekatan dalam ilmu sastra yang tidak menghasilkan teori tersendiri. Boleh dikatakan teori apa pun bisa dimanfaatkan dalam penelitian sastra bandingan, sesuai dengan obyek dan tujuan penelitiannya.
          Ketika kita membandingkan dua karya sastra yang berbeda bahasa dan asal negaranya juga berbeda tetapi temanya sama, maka kita akan menemukan sisi keterpengaruhan antara satu karya terhadap karya yang lain. Untuk mengetahuinya, kita bisa langsung melihat tahun kelahiran dari masing-masing karya yang kita bandingkan. Yang tahun kelahirannya lebih dulu, maka ialah yang mempengaruhi karya yang satunya yang lahir setelah karya tersebut. Selain itu juga kita dapat menelusurinya dari segi historis. Dalam segi ini kita memusatkan perhatian pada nilai-nilai historis yang melatarbelakangi kaitan antara satu karya sastra dengan karya sastra lainnya. Selain itu juga kita dapat menelaah kedua sastra yang dibandingkan itu dari segi hubungan antara isi karya sastra dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, agama/kepercayaan, dan hal-hal lain di luar pengetahuan tentang kesusastraan yang bisa jadi berpengaruh di dalamnya.
          Sesuai dengan latar belakang sejarahnya, sastra bandingan bertujuan untuk menghapus pandangan sempit bahwa sastra nasional kitalah yang lebih baik dari satu karya sastra nasional lainnya. Kajian yang melingkupi berbagai kesusastraan ini akan menimbulkan kesadaran bahwa karya-karya sastra yang ada, pada dasarnya tidak memiliki perbedaan, baik dalam mutu maupun status satu sama lainnya.  Setiap kelompok masyarakat atau bangsa memiliki karya masing-masing yang sama-sama memiliki nilai-nilai tertentu. Sastra bandingan yang mengkaji berbagai ragam budaya sebagaimana yang tercermin dalam karya-karya sastra, juga bertujuan untuk meluaskan wawasan seseorang mengenai hasil budaya berbagai bangsa dan menambah pemahaman tentang nilai-nilai budaya yang terkandung dalam karya-karya tersebut.  
          Disamping itu, dalam suatu kajian sastra bandingan, tidak semua unsur sastra dan budaya dalam karya-karya yang dibahas menunjukkan persamaan-persamaannya. Ada unsur-unsur yang dapat diterima dan diserap dan ada pula yang tidak. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh faktor agama/kepercayaan, pandangan filsafat, ataupun kondisi sosial dan politik yang mungkin melatarbelakangi berbagai persamaan dan perbedaan tersebut. Jadi sisi orisinalitas suatu karya sastra itu dapat diketahui dan terlihat. Selain itu juga sastra bandingan dimaksudkan untuk melihat perkembangan buah pikiran dalam kehidupan manusia, bagaimana buah pikiran tersebut muncul dan meluas ke berbagai tempat dan bangsa di dunia ini.
          Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, ini memungkinkan suatu karya dapat tersebar dengan cepat dalam waktu yang singkat ke seluruh belahan dunia kemudian memberi inspirasi bagi sastrawan lain untuk menginovasikan atau memodifikasikan ke dalam beragam bentuk karya sastra baru atau genre baru. Kecenderungan seperti ini  tentu saja bukan hanya menjadi milik zaman kini tetapi telah terjadi sejak manusia mengadakan kontak satu sama lain, secara lisan maupun tertulis. Karya Shakespeare dibaca di jepang dan diciptakan kembali oleh seniman Jepang, dan kalau diperiksa dengan teliti ternyata drama Shakespeare itu diambil dari khazanah sastra lain, dan sumber itupun ternyata pinjaman dari sastra lain pula.
          Sastrawan mempunyai kecenderungan untuk meminjam, langsung atau tak langsung. Drama-drama Shakespeare yang dianggap sebagai tonggak sastra dunia itu menurut beberapa pakar dianggap tidak ada yang asli, alias semuanya pinjaman atau bahkan curian. Sumber curian itu bermacam-macam, mulai dari karya sastra sampai teks kronik dan sejarah.        
Kisah yang sangat popular di kalangan rakyat adalah tema tentang ‘kasih tak sampai’ atau cinta yang tak kesampaian, yang di kebudayaan barat dikenal luas sebagai kisah Romeo dan Julia. Yang ternyata alur itu juga terdapat dalam kebudayaan dan karya sastra negara-negara lain termasuk di Indonesia, dan sampai sekarang masih menjadi sumber kretifitas yang takkan habis bagi para sastrawan.
Di Indonesia kita mengenal novel roman Siti Nurbaya yang bersetting di daerah Minangkabau, roman karya Marah Rusli ini dapat kita bandingkan dengan dengan drama karya Shakespeare Romeo dan Julia. Di dunia Arab pun ada karya sastra dengan tema yang sama pula, yaitu Laila Majnun.
          Ketika kita membandingkan karya sastra Arab dengan karya sastra Barat seperti pada Laila Majnun dan Romeo and Juliet , maka kita akan menemukan kemiripan tema atau bahkan sama. Kedua karya sastra ini lahir di negara yang berbeda, tentunya dalam proses pembuatannya pun dipengaruhi oleh kebudayaan, kultur dan peraturan yang dianut oleh si pengarang.  Jika dilihat dari segi waktu kemunculannya, mana yang lebih dulu muncul maka Laila Majnun lah yang pertama kali muncul, buah karya dari Nidzami Ganjawi (1141-1209 M), seorang sastrawan yang berasal dari Azerbaijan. Kisah Laila Majnun  yang tertulis pun banyak versinya, salah satunya ada versi Iqbal Barakat. Ketika itu Laila Majnun sangat buming karena kisah dan jalan ceritanya yang bisa dikatakan menarik dan agak berlebihan juga sampai Thaha Husain pun meragukan keberadaannya. Sampai pada abad ke-12 masuk ke Perancis lewat sastra Islam di Spanyol, dan ada kemungkinan dipengaruhi cerita Laila Majnun itulah Shakespeare menulis Romeo and Juliet. Sudah pasti dalam penulisannya dipengaruhi oleh kultur dan budaya dimana Shakespeare sebagai penulis itu hidup.      
          Saat ini Indonesia sedang kebanjiran novel-novel terjemahan Arab, seperti karya-karya Khalil Gibran, Najib Mahfudz dan Najib Kailani. Misalnya Najib Kailani, beberapa karya sastranya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan itu sangat memudahkan para pecinta novel Arab untuk mengkonsumsinya, selain itu pula sangat bermanfaat bagi para Mahasiswa yang berfokus pada kajian sastra Arab. Kita ambil satu contoh karya sastra dari Najib Kailani, yaitu Novel ‘Rihlah Ilallah’. Novel tersebut menceritakan tentang perjalanan seorang wanita muda Mesir yang harus bertahan dalam mengalami ujian dan cobaan kehidupan ditengah rezim pemerintahan yang tidak adil dan banyak konspirasi tersembunyi di dalamnya. Dalam novel tersebut juga diceritakan tentang penangkapan aktivis Ikhwanul Muslimin yang ada di Mesir. Ternyata novel ini diterjemahkan oleh sastrawan Indonesia yang pernah lama tinggal di Mesir, yaitu Habiburrahman El-Shirazy. Jika kita melihat karya sastra dari Habiburrahman El-Shirazy yang berlatar Mesir, maka akan terlihat sedikit kemiripan dalam tema dan pemunculan tokoh. Di dalam novel ‘Rihlah Ilallah’ terdapat kisah cinta yang bisa dikatakan Islami, dan pemunculan tokoh wanita Mesir yang karakternya hampir sempurna. Lalu di dalam novel Habiburrahman misalnya Ayat-ayat Cinta, kita dapat menemukan tokoh Fahri yang karakternya juga nyaris sempurna dan terlibat kisah cinta yang Islami juga. Pada karya sastra Habiburrahman yang lain seperti ‘Bumi Cinta’ juga kita dapat menemukan tokoh Ayyas yang juga nyaris sempurna, ia terlibat kisah cinta yang lagi-lagi Islami. Ayyas yang tinggal di daerah Rusia yang notabene pergaulannya lumayan bebas, tapi Ayyas dapat bertahan dan tidak terbawa arus. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa Habiburrahman El-Shirazy sedikit banyak telah terpengaruh oleh Najib Kailani dalam pembuatan karya-karya sastranya.
          Demikianlah sekilas pembahasan tentang sastra bandingan yang sedikit banyak membandingkan beberapa karya sastra yang diulas secara sekilas.

No comments:

Post a Comment

Thank You ^_^