Monday, October 3, 2016

Kritik Sastra (Naqd Arabi)




Oleh : S. Hani. N
Kritik sastra adalah tafsir karya satra, maksudnya kritik sastra merupakan pengkajian terhadap karya sastra yang menganalisis dan menjelaskan karya sastra tersebut agar bisa dipahami dan dinikmati pembaca dan kemudian menilainya secara objektif. Kritik sastra merupakan kajian yang memperbincangkan tentang pemahaman, penghayatan, penafsiran, dan penilaian terhadap karya sastra.  Karya sastra membutuhkan tafsir karena karya sastra terutama puisi, sering kali menggunakan bahasa-bahasa padat dan simbolik di mana makna yang dimaksud sastrawan adalah bukan makna yang tersurat tetapi yang tersirat. Dan dalam bentuk karya sastra lain, selain ada karya sastra popular yang bahasanya ringan, ada juga yang disebut karya sastra filosofis yang menampilkan isi sastra yang sulit dipahami oleh pembaca biasa atau pemula. Bahkan, mengingat dalam semua sastra, khususnya prosa memiliki unsur imajinasi, rasa, latar, tokoh dan alur, maka sebagian besar karya sastra memerlukan kritik untuk menjelaskan bagian-bagian itu. Karena sebenarnya karya sastra adalah interpretasi subjektif seorang sastrawan yang tidak mudah dipahami dan hal itu harus dikritik secara objektif oleh kritikus sastra. Selain itu kritik sastra juga berfungsi untuk meluruskan kekeliruan yang ada di dalamnya baik dalam segi kaidah-kaidah bahasa, logika, moral, teori sastra dan estetikanya sehingga dapat membantu sastrawan pemula dalam meningkatkan karya sastranya sehingga menjadi sastrawan besar.
Sebuah karya sastra tidak begitu saja muncul dengan mudah dan tanpa pemikiran terlebih dahulu. Ia merupakan hasil dari pemikiran dan pergulatan jiwa seseorang yang memiliki daya imajinatif tinggi yang kemudian dijuluki sebagai seorang sastrawan. Sastra itu tidak selamanya bersifat imajinatif akan tetapi mengikuti perkembangan berpikir manusia dalam melahirkan karya sastra.
Sastra juga merupakan hasil dari perwujudan sebuah kebudayaan suatu daerah yang menggambarkan pola hidup masyarakat di daerah tersebut sehingga mayoritas orang mengenal sebuah daerah dengan membaca sebuah karya sastra yang terdapat dalam sebuah karya sastra tersebut. Ada banyak hal yang disampaikan dan terkandung dalam karya sastra. Hal itu adalah baik dan tidak baiknya karya sastra. Karya sastra yang baik akan menjadi cermin masyarakat yang ada dalam karya tersebut. Sehingga dengan menikmati karya yang demikian akan tumbuh sebuah pikiran bahwa masyarakat yang ada digambarakan dalam karya tersebut tidak jauh berbeda.
Sastra adalah karya yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan kehidupan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman, 1990: 17). Wellek dan Werren (1995: 109) mengatakan bahwa sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan tersebut sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial, walaupun karya sastra itu juga dipandang suatu gejala sosial.
          Sebagai hasil imajinatif, sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga guna menambah pengalaman batin bagi para pembacanya. Membicarakan yang memiliki sifat imajinatif, kita berhadapan dengan tiga jenis (genre) sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel.
          Novel yang dikritik dalam tulisan ini adalah Novel ‘Rihlah Ilallah’ karya Najib Khaelani. Novel karya Najib Khaelani yang satu ini berlatar Mesir, menceritakan tentang penindasan dan kekerasan fisik bahkan psikis  yang terjadi di dalam penjara yang terkenal dengan sebutan Penjara Perang. Najib menceritakan bahwa rezim yang berkuasa saat itu adalah Presiden Gamal Abdul Nasser. Selain itu, novel ini juga sedikit banyak mengangkat latar politik yang sedang kacau saat itu dan dilengkapi dengan penyalahgunaan kekuasaan serta melibatkan sebuah organisasi pergerakan dakwah terkenal di Mesir yaitu Ikhwanul Muslimin.
          Novel ini menceritakan tentang gadis Mesir bernama Nabila. Ia cantik dan cerdas, ia baru tahu ternyata ada dunia lain yang sangat keji dan mengerikan di luar batas kemanusiaan. Dunia kelam yang bisa membuat anak kecil beruban bila menyaksikannya. Pengalaman pahit itu dialaminya setelah ia bertunangan dengan Letkol. Athwa al-Mawalni, seorang Kepala Penjara Perang. Di balik penampilannya yang lembut, ternyata Athwa menyimpan perangai kejam dan biadab.
          Berbagai intrik dan teror berkedok demi menyelamatkan negara dilancarkan Athwa, akibat penolakan Nabila. Sempat membuat gadis itu terpuruk. Akhirnya dengan penuh keberanian, ia bangkit melawan kezaliman, sehingga mampu mempecundangi Athwa dan membuatnya kelimpungan.
          Istilah "sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para kritikus dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara pengarang dengan kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya, dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra (baik aspek isi maupun bentuknya) secara mutlak terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial suatu periode tertentu (Abrams, 1981:178). Dengan mengkaji sosiologi sastra novel ini, kita dapat mengetahui gambaran kehidupan pengarang dan masyarakat Mesir waktu itu,  sehingga kita dapat memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatan.
          Teori yang cocok untuk mengkaji novel tersebut adalah teori sosiologi sastra dari Rene Wellek dan Austin Warren. Sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial (Wellekdan Warren, 1990:122). Beranggapan dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban.
          Novel ‘Rihlah Ilallah’ karya Najib Khaelani ini ternyata dibuat di dalam penjara, ketika itu Najib Khaelani pernah dua kali masuk keluar penjara karena dianggap sebagai aktivis Ikhwanul Muslimin Mesir pada saat itu. Pengalaman-pengalaman yang ia rasakan di dalam penjara itu ia tuangkan dalam salah satu novelnya (ia melahirkan beberapa novel di dalam penjara) ini, yang sama-sama menceritakan kekejaman rezim Gamal Abdul Nasser dan ulah antek-anteknya yang menyiksa para aktivis Ikhwanul Muslimin  secara biadab di dalam ‘Penjara Perang’. Dalam kehidupan nyata, memang Najib Khaelani selain seorang sastrawan, ternyata ia juga seorang aktivis di Ikhwanul Muslimin. Najib juga tidak hanya melahirkan buku-buku yang berisi karya sastra, tetapi ia juga banyak menulis buku-buku keagamaan atau tasawuf, maka tidak heran jika ia memunculkan sebuah kisah cinta dalam novelnya, maka ia akan memunculkan kisah cinta yang islami atau sesuai syari’at.

No comments:

Post a Comment

Thank You ^_^