Kritik sastra adalah tafsir karya
satra, maksudnya kritik sastra merupakan pengkajian terhadap karya sastra yang
menganalisis dan menjelaskan karya sastra tersebut agar bisa dipahami dan
dinikmati pembaca dan kemudian menilainya secara objektif. Kritik sastra
merupakan kajian yang memperbincangkan tentang pemahaman, penghayatan,
penafsiran, dan penilaian terhadap karya sastra. Karya sastra membutuhkan tafsir karena karya
sastra terutama puisi, sering kali menggunakan bahasa-bahasa padat dan simbolik
di mana makna yang dimaksud sastrawan adalah bukan makna yang tersurat tetapi
yang tersirat. Dan dalam bentuk karya sastra lain, selain ada karya sastra
popular yang bahasanya ringan, ada juga yang disebut karya sastra filosofis
yang menampilkan isi sastra yang sulit dipahami oleh pembaca biasa atau pemula.
Bahkan, mengingat dalam semua sastra, khususnya prosa memiliki unsur imajinasi,
rasa, latar, tokoh dan alur, maka sebagian besar karya sastra memerlukan kritik
untuk menjelaskan bagian-bagian itu. Karena sebenarnya karya sastra adalah
interpretasi subjektif seorang sastrawan yang tidak mudah dipahami dan hal itu
harus dikritik secara objektif oleh kritikus sastra. Selain itu kritik sastra
juga berfungsi untuk meluruskan kekeliruan yang ada di dalamnya baik dalam segi
kaidah-kaidah bahasa, logika, moral, teori sastra dan estetikanya sehingga
dapat membantu sastrawan pemula dalam meningkatkan karya sastranya sehingga
menjadi sastrawan besar.
Sebuah karya sastra tidak begitu saja muncul dengan mudah dan tanpa
pemikiran terlebih dahulu. Ia merupakan hasil dari pemikiran dan
pergulatan jiwa seseorang yang memiliki daya imajinatif
tinggi yang kemudian dijuluki sebagai seorang sastrawan. Sastra itu tidak selamanya bersifat
imajinatif akan tetapi mengikuti perkembangan berpikir manusia dalam melahirkan
karya sastra.
Sastra juga
merupakan hasil dari perwujudan sebuah kebudayaan suatu daerah yang
menggambarkan pola hidup masyarakat di daerah tersebut sehingga mayoritas orang
mengenal sebuah daerah dengan membaca sebuah karya sastra yang terdapat dalam
sebuah karya sastra tersebut. Ada banyak hal yang disampaikan dan terkandung
dalam karya sastra. Hal itu adalah baik dan tidak baiknya karya sastra. Karya
sastra yang baik akan menjadi cermin masyarakat yang ada dalam karya tersebut.
Sehingga dengan menikmati karya yang demikian akan tumbuh sebuah pikiran bahwa
masyarakat yang ada digambarakan dalam karya tersebut tidak jauh berbeda.
Sastra adalah karya
yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan
kehidupan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman, 1990: 17). Wellek dan Werren
(1995: 109) mengatakan bahwa sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan tersebut
sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial, walaupun karya sastra itu juga
dipandang suatu gejala sosial.
Sebagai hasil imajinatif,
sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga guna menambah
pengalaman batin bagi para pembacanya. Membicarakan yang memiliki sifat
imajinatif, kita berhadapan dengan tiga jenis (genre) sastra, yaitu
prosa, puisi, dan drama. Salah satu jenis prosa adalah novel.
Novel yang dikritik dalam
tulisan ini adalah Novel ‘Rihlah Ilallah’ karya Najib Khaelani. Novel karya Najib Khaelani yang satu ini
berlatar Mesir, menceritakan tentang penindasan dan kekerasan fisik bahkan
psikis yang terjadi di dalam penjara
yang terkenal dengan sebutan Penjara Perang. Najib menceritakan bahwa
rezim yang berkuasa saat itu adalah Presiden Gamal Abdul Nasser. Selain itu,
novel ini juga sedikit banyak mengangkat latar politik yang sedang kacau saat
itu dan dilengkapi dengan penyalahgunaan kekuasaan serta melibatkan sebuah
organisasi pergerakan dakwah terkenal di Mesir yaitu Ikhwanul Muslimin.
Novel ini menceritakan tentang gadis Mesir
bernama Nabila. Ia cantik dan cerdas, ia baru tahu ternyata ada dunia lain yang
sangat keji dan mengerikan di luar batas kemanusiaan. Dunia kelam yang bisa membuat
anak kecil beruban bila menyaksikannya. Pengalaman pahit itu dialaminya setelah
ia bertunangan dengan Letkol. Athwa al-Mawalni, seorang Kepala Penjara Perang. Di
balik penampilannya yang lembut, ternyata Athwa menyimpan perangai kejam dan biadab.
Berbagai intrik dan teror berkedok demi
menyelamatkan negara dilancarkan Athwa, akibat penolakan Nabila. Sempat membuat
gadis itu terpuruk. Akhirnya dengan penuh keberanian, ia bangkit melawan kezaliman,
sehingga mampu mempecundangi Athwa dan membuatnya kelimpungan.
Istilah
"sosiologi sastra" dalam ilmu sastra dimaksudkan untuk menyebut para kritikus
dan ahli sejarah sastra yang terutama memperhatikan hubungan antara pengarang dengan
kelas sosialnya, status sosial dan ideologinya, kondisi ekonomi dalam profesinya,
dan model pembaca yang ditujunya. Mereka memandang bahwa karya sastra (baik aspek
isi maupun bentuknya) secara mutlak terkondisi oleh lingkungan dan kekuatan sosial
suatu periode tertentu (Abrams, 1981:178). Dengan mengkaji sosiologi sastra novel ini,
kita dapat mengetahui gambaran kehidupan pengarang dan masyarakat Mesir waktu
itu, sehingga kita dapat memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan
aspek sosial kemasyarakatan.
Teori yang cocok untuk mengkaji novel tersebut
adalah teori sosiologi sastra dari Rene Wellek dan Austin Warren. Sosiologi
karya sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok
penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.
Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen
sosial sebagai potret kenyataan sosial (Wellekdan Warren, 1990:122).
Beranggapan dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi
Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya.
Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber
sejarah peradaban.
Novel
‘Rihlah Ilallah’ karya Najib Khaelani ini ternyata dibuat di dalam penjara,
ketika itu Najib Khaelani pernah dua kali masuk keluar penjara karena dianggap
sebagai aktivis Ikhwanul Muslimin Mesir pada saat itu. Pengalaman-pengalaman
yang ia rasakan di dalam penjara itu ia tuangkan dalam salah satu novelnya (ia
melahirkan beberapa novel di dalam penjara) ini, yang sama-sama menceritakan kekejaman
rezim Gamal Abdul Nasser dan ulah antek-anteknya yang menyiksa para aktivis
Ikhwanul Muslimin secara biadab di dalam
‘Penjara Perang’. Dalam kehidupan nyata, memang Najib Khaelani selain seorang
sastrawan, ternyata ia juga seorang aktivis di Ikhwanul Muslimin. Najib juga
tidak hanya melahirkan buku-buku yang berisi karya sastra, tetapi ia juga
banyak menulis buku-buku keagamaan atau tasawuf, maka tidak heran jika ia
memunculkan sebuah kisah cinta dalam novelnya, maka ia akan memunculkan kisah
cinta yang islami atau sesuai syari’at.
No comments:
Post a Comment
Thank You ^_^