Makalah
ini disusun
untuk memenuhi tugas
Mata
Kuliah :
Tarikh Adab Klasik
Disusun Oleh :
Siti Hani Nursyamsiah
Abdallah S.Y
KHITHOBAH DAN
RISALAH PADA MASA SHADR ISLAM
(الخطابة
والرسائل في العصر صدر الإسلام)
PENDAHULUAN
Ditinjau
dari kacamata historis, kesusastraan Arab dalam perkembangannya menempati
berbagai fase atau masa, dimana di dalamnya mengalami masa kejayaan dan
kemunduran. Masa keemasan kesusatraan atau literature Arab itu berada pada masa
lahirnya Al-Qur’an. Dimana Al-Qur’an yang pada masa itu berfungsi sebagai ijaz
atau melemahkan syair-syair para pujangga Arab pada masa itu, yang akhirnya
kemudian dari kata ijaz itu Al-Qur’an sebagai “mu’jizat” dari Allah Swt untuk
Rasulullah Saw.
Lebih jauh lagi, kesusastraan Arab
berkembang berdasarkan hadits-hadits Rasulullah Saw yang pada urgensinya
sebagai penjelas dari Al-Qur’an. Dan setelah masa itu, kesusastraan Arab
mengalami perluasan dalam bidang seperti sintaksis, morfologis dan sebagainya.
Hal ini tercermin pada Abu Aswad Ad-Dauli sebagai peletak dasar dari sintaksis
Arab atau yang lebih akrab di sebut Ilmu Nahwu.
Berbicara
kesusastraan Arab itu pada dasarnya tidak terlepas dari natsar dan syair,
keduanya selalu beriringan dalam pelbagai kajian ketika kita meneliti
kesusatraan Arab tersebut. Pembahasan syair yang begitu komplek yang ditinjau
dari perspektif sejarah, syair
mendahului fase yang diawali pada masa jahiliyah yang begitu hebat pada masa
itu.
Makalah
ini mencoba mengupas selayang pandang tentang Natsar dalam kesusastraan Arab. Berbicara natsar pada masa perkembangan
Islam itu tidak keluar dari dua koridor yaitu Khithobah dan Risalah, dua tema
ini yang sekiranya akan diperdalam pada makalah ini, karena cerminan dari
Natsar kesusastraan Arab itu ada pada Khithobah dan risalah seperti yang
tercatat dalam karyanya Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani dalam “Sastra
Arab dan Lintas Budaya”. Keduanya sangat berpengaruh pada
kesusastraan Arab. Titik tekan pada pembahasan kedua tema ini yaitu pada masa Nabi dan Sahabat.
kesusastraan Arab. Titik tekan pada pembahasan kedua tema ini yaitu pada masa Nabi dan Sahabat.
PERKEMBANGAN
PROSA MASA SHADR ISLAM
1.
Pengantar
Islam telah menggoreskan sejarah
perubahan yang menyeluruh pada sistem kehidupan manusia, baik dari segi
spiritual, sosial, politik maupun sastra dan budaya, perubahan tersebut tidak
hanya terbatas bagi bangsa arab saja, namun mencakup seluruh bangsa yang
tersentuh oleh dakwah islam, sehingga bangsa tersebut tersinari oleh cahaya dan
keutamaan iman.
Ajaran
islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad sendiri lahir pada suatu lingkungan yang
memiliki budaya dan nilai tertentu, maka benturan Islam terhadap nilai-nilai
tersebut pun tak dapat terelakkan, sehingga islam datang untuk membatalkan
seluruh nilai yang tidak sesuai ajarannya yang tinggi namun tetap
mempertahankan hal-hal yang sejalan dengannya.
Periode
awal Islam merupakan kelanjutan periode pra-Islam. Orang Arab telah mengenal
tulisan karena transaksi bisnis mereka menuntut adanya pencatatan. Walaupun
demikian, sebagian besar warisan periode ini disampaikan secara lisan dan harus
dihafalkan.
Pada
periode ini kedudukan puisi mulai tergantikan oleh khutbah dikarenakan
beberapa hal, antara lain:
- Semangat untuk menyebarkan cahaya Islam dengan dakwah dan jihad.
- Pengaruh Al-Qur’an dan hadits terhadap kefasihan sastra Arab.
- Berkembangnya diskusi antar masyarakat dalam berbagai pembahasan baik sosial politik, pendidikan dan sebagainya.
- Penjelasan kebijakan politik dan hukum khalifah.[1]
Bentuk
pidato pada masa ini telah sampai pada derajat yang tinggi yang pernah dicapai
oleh lisanul Arab. Kejayaan bahasa Arab pada masa ini belum pernah
terjadi pada masa-masa sebelum dan sesudahnya, karena pada masa itu rakyat dan
pemimpin-pemimpinnya adalah orang Arab, sehingga apabila mereka mendengar
orang-orang berbicara, maka mereka menirukan mana yang paling bagus.
2.
Macam-macam
Prosa Masa Shadr Islam
2.1. Khuthbah
Dengan
datangnya Islam, maka dimulailah dakwah baru yang tentunya membutuhkan para
ahli pidato (khuthoba’) yang mendukung dakwah Islamiyah dan menjelaskan
dasar-dasar dakwah Islamiyah, menganjurkan untuk berjihad dan mendiskusikan
persoalan-persoalan yang terjadi dalam era kehidupan baru.
Khutbah merupakan media yang
digunakan Rasulullah untuk mengajarkan Islam khususnya kepada kaum Quraisy dan
masyarakat Arab umumnya pada masa itu.[2]
Adapun
kelebihan pidato pada masa permulaan Islam dibanding pada masa jahiliyah
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Bercorak keagamaan, seperti khutbah
Jum’at, Idul Fitri, Idul Adha, Haji besar, petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat
dan lain-lain yang dapat membawa ke arah perluasan dakwah Islamiyah.
b. Bercorak politik, seperti pembiusan
masyarakat, golongan, partai dan pembinaan kerajaan.
c. Pengaruh pidato pada masa ini sampai
dapat dirasakan dalam jiwa. Dan hal ini terbukti dengan adanya contoh-contoh
yang baik, nasehat-nasehat yang memenuhi sasaran yang bisa menentramkan hati
yang kering dari petunjuk.
d. Keindahan bahasa, kalimat, kesederhanaan
ungkapan dan kebagusan gaya bahasanya.
e. Dimulai dengan memuji dan menjunjung
asma Allah.
f. Peniruan uslub atau gaya bahasa al-Qur’an
yang membuat kepuasan dan keberhasilan serta keindahan bahasa, juga ayat-ayat
al-Qur’an menjadi sumber pidato, sehingga ada sebagian imam yang mensyaratkan
penggunaan gaya bahasa al-Qur’an dalam pidato-pidato.
g. Timbulnya bermacam-macam ijaz dan ishab
sehingga dikisahkan ada sebagian pidato yang memakan waktu setengah hari akan
tetapi ada juga pidato yang hanya terdiri dari beberapa kata saja, atau
beberapa faqrah saja.[3]
Ada
tiga fakta penting mengapa pidato berkembang pada periode ini, diantaranya adalah:[4]
a. Futuhat
(kampanye penyebaran Islam) berhasil mengislamkan banyak orang di Asia Barat
daya, yang berbicara atau mampu memahami bahasa Arab.
b. Perpecahan antagonisme politik antara
orang Arab itu sendiri, khususnya sejak kekhalifahan Usman (12-39/644-650),
mengobarkan kebutuhan mereka akan pidato untuk membawa massa mendukung pemimpin
kubu.
c. Perluasan wilayah dan banyaknya orang
membawa sudut pandang baru keagamaan, sosial, hukum, budaya dan problem baru
yang memerlukan adanya interprestasi baru atas praktik Islam yang dikenal di
Madinah. Semua ini memberi kaum Muslimin semakin banyak semangat, kesempatan,
dan jalan untuk memanfaatkan seni pidato, media massa utama zaman itu. Dengan
hafalan pidato terbaik dibacakan pada berbagai kesempatan, dan disampaikan dari
generasi ke generasi untuk kepuasan sastra, seperti halnya puisi zaman
pra-Islam.
Dari
sudut pandang estetika sastra, sastra dalam shadr Islam melanjutkan tradisi
lama prosa Arab, seraya meletakkan dasar bagi gaya Islam baru. Di antara
sifat-sifatnya adalah:
a. Ringkas, atau pemantapan makna dalam
sesedikit mungkin kata. Susunannya sama sekali bebas dari pengulangan dan
penambahan dekoratif, penjelas, atau desakan.
b. Kesederhanaan, atau aliran lancar dari
sisi komposisi, tak terhalang oleh sruktur kompleks, pemberian contoh yang
berkepanjanan, tamsil dan kiasan bertele-tele, konjugasi dan disjungsi. Prosa
shadr Islam secara konsisten bebas dari hiasan dan ia tetap indha tanpa hiasan.
c. Talmih, atau penunjukkan pada makna yang
dimaksud tanpa memberikan ungkapan tersurat, sehingga memancing pikiran dan
mendorong imajinasi untuk menangkap makna yang seakan terselubung.
d. Jazalah atau rangkaian solid gagasan dan
kata seraya melestarikan ucapan indah dan suara merdu. Prosa Arab ini lahir
secara alamiah dan mengalir lancar, sehingga menyampaikan pesannya tanpa beban.[5]
Ada beberapa jenis
khutbah, yaitu:
a.
Khuthbah
politik, di antar pemimpin yang terkenal adalah Hajjaj ibn Yusuf, Ziyad ibn Abi
Sufyan, dan Qothory ibn Fujaah.
b.
Khuthbah
agama, yang disampaikan oleh para ulama’ dan fuqaha’.
c.
Khuthbah
sosial, yang disampaikan oleh para utusan-utusan. Ahli pidato yang terkenal
adalah Sahban ibn Wail.[6]
Contoh Khuthbah:
-
Pidato
Sahban Ibn Wail yang terkenal adalah:
إِنَّ الدُنْيَا دَارُ بَلاَغز وَالآخِرَة دَارُ
قَرَار, أَيُّهَا النَّاسُ فَخُذُوا مِنْ دَارِ مُمَرِّكُمْ لِدَارِ مَقَرِّكُمْ,
وَلاَ تَهْتِكُوا أستاركُمْ عند مَنْ لا تَخْفَى عَلَيْهِ أسرَارَكُمْ,
وَأَخْرِجُوا مِنَ الدُّنْيَا قُلُوْبَكُمْ قَبْلَ أنْ تَخْرُجَ مِنْهَا
أبْدَانِكُمْ, فَفِيهَا حُييَّتُمْ وَ لِغَيْرِهَا خَلَقْتُم. إنَّ الرَّجُلَ إذَا
هَلَكَ, قَالَ النَّاس : مَا تَرَكَ ؟ وَ قَالَ الملائكةُ : مَا قَدَّمَ؟
قَدَّمُوا بَعْضًا يَكُوْنَ لَكُمْ وَلاَ تُخَلِّفُوا كُلاً يَكُوْن عَلَيْكُمْ.
Dunia ini adalah suatu tempat untuk
mencapai tujuan, dan akherat adalah tempat penentuan hasil amal kita. Wahai
sekalian manusia, persiapkanlah dirimu di dunia ini untuk mencapai
kesejahteraan di akherat. Keluarkanlah hatimu dari memikirkan keduniaan yang
menyesatkan sebelum keluar dari dunia batang tubuhmu. Maka kamu sekalian hidup
di dunia tapi kamu diciptakan untuk
selain dunia tersebut. Sesungguhnya apabila orang telah mati maka berkatalah
orang-orang disekitarnya : “Apa yang ia bawa?”. Bawalah sebagian (yaitu amal
baikmu) yang akan menjadi milikmu dan janganlah kalian tinggalkan semuanya
(amal baik) yang akan menjadi beban bagimu.[7]
-
Khutbah Abu Bakar
Ash-Siddiq Ketika Diangkat Sebagai Khalifah
أيها الناس, إني قد وليت عليكم ولست بخيركم , فإن
رأيتمني على حق فأعينوني , وإن رأيتموني على باطل فسددوني , أطيعوني ما أطعت الله
فيكم , فإذا عصيته فلا طاعة لي عليكم , ألا إن أقواكم عندي الضعيف , حتى آخذ الحق
له , و أضعفكم عندي القوي حت آخذ الحق منه. أقول قولي هذا , و أستغفر الله لي ولكم
“Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya aku sekarang telah memimpin kalian, namun aku
bukanlah yang terbaik diantara kalian, jika kalian melihatku berjalan diatas
kebenaran maka bantulah aku, sedangkan jika kalian melihatku diatas kebatilan
maka luruskanlah langkahku, taatilah aku selama aku mentaati Allah, dan apabila
aku melakukan sebuah kemaksiatan maka kalian tidak boleh taat terhadapku akan
hal itu, ketahuilah… Bahwasanya orang yang paling kuat diantara kalian dimataku
adalah orang yang lemah hingga ia memperoleh haknya, sebaliknya orang yang terlemah
dimataku adalah orang yang kalian anggap paling kuat hingga ia mengembalikan
hak-hak orang lain. Demikianlah apa yang aku sampaikan kepada kalian seraya
memohon ampun atas diriku dan kalian semua kepada Allah”.8[8]
2.2. Kitabah (Ar-Rasail)
Pada
masa jahiliyah belum berkembang dunia tulis menulis, dikarenakan mereka
mengedepankan sastra lisan dari pada sastra tulis. Tulisan dikenal di Makkah
sebelum Rasulullah diutus tetapi jumlahnya masih sangat sedikit, dan ketika
Al-Qur’an turun maka mulai muncul arah terhadap tulis menulis.[9]
Ada
dua bentuk penulisan pada masa ini, yaitu:
a. Penulisan surat-surat (administrasi)
Penulisan
surat pada masa ini sering dilakukan dikarenakan perluasan-perluasan daerah
Islam dan peperangan serta banyaknya perjanjian-perjanjian. Keistimewaan
penulisan surt pada masa ini adalah:
-
Diawali
dengan bismillah dan hamdalah, memuji Nabi, kemudian berpindah pada alasan
penulisan surat dengan kata ‘amma ba’du. Diakhiri dengan do’a dan salam bagi
orang yang dikirimi surat.
-
Tidak
menggunakan ungkapan-ungkapan yang sukar
-
Jauh
dari lafadz-lafadz asing
-
Gaya
bahasanya mudah
-
Maknanya
dekat
-
Maksudnya
mulia[10]
b. Penulisan catatan dan karangan-karangan
Pada
masa khulafa al-rasyidin belum ada
penulisan catatan dan karangan, kecuali perintah untuk penulisan mushaf saja,
apalagi penulisan hadits Rasulullah. Sehingga apabila ummat mendapatkan
permasalahan seputar agama, mereka bertanya pada para khalifah, ahli fiqh, dan
para sahabat.
KESIMPULAN
Pembahasan
Khithobah dan Risalah pada dasarnya sebagai mediasi da’wah pada masa Nabi Saw,
khithobah yang merupakan mediasi paling efektif untuk mengembangkan syiar
Islam. Risalah juga tercatat pada mas Nabi sebagai media atau sarana untuk
berda’wah pada tataran yang lebih luas, seperti tercatat dalam sejarah, Nabi
pernah mengirim sebuah risalah pada raja-raja di berbagai negara.
Dan
lebih jauh lagi, khithobah dan risalah pada masa Nabi Saw itu awal atau titik
yang membedakan sastra Arab pada masa jahiliyah. Maka atas dasar itu,
tersebarlah Islam secara Universal ke seantero dunia dalam waktu yang relatif
singkat yang dipelopori oleh Sang Revolusioner Ulung yaitu Nabi Muhammad Saw
dalam pasca Madinah dan Mekah.
النثر في عصر صدر الإسلام
النثر الأدبي في عصر صدر الإسلام يتمثل في الخطابة
والرسائل, وإذا كان القصد من النثر الأدبي هو التأثير وإثارة العواطف, فإن الخطبة
والرسالة لهما الأثر الكبير في إثارة العواطف و بالتالي التأثير على الناس,
والخطبة تؤثر في الناس أكثر من تأثير الرسالة فلنبدأ بها:
الخطبة :
الرسول صلى الله عليه وسلم معدود من فصحاء
العرب وبلغائهم قبل البعثة, وعندما بعث أخذ يدعوالناس إلى عبادة الله ونبذ
الشرك,وكانت لخطابة هي الوسيلة التي توصل تعاليم الإسلام إلى قريش خاصة ثم إلى
العرب عامة. وقد كانت خطابة الرسول صلى الله عليه وسلم في مكة قبل أن لهاجر إلى
المدينة من أقوى الخطب التي يسمعها العرب, ولولا تأثير تلك لخطب في قريش ثم في
العرب القادمين للحج لما حصلت الخصومة بين لنبي صلى الله عليه وسلم وأهل مكة, وكان
النبي صلى الله عليه وسلم يبدأ تطبته بقول: ((الحمدلله, نحمده
ونستعينه, ونؤمن به ونتوكا عليه, من يهده الله فلا يضل له ومن يضلل فلا هادي له,
وأشهد أن لاإله إلا الله وحده لا شريك له))
والخطابة
الإسلامية تختلف عن خطب الجاهلية, فخطب الجاهلية تعتمد على السجع في أسلوبها, أما
الخطبة في الإسلام فتتميز بسهولة الأسلوب, ووضوح المعنى, وهي تستقي معانيها من
القرآن والحديث.
ومن
عادة الخطيب أن يخطب واقفا, ويكون ذلك فوق منبر أو مرتفع من الأرض, ويعتمد على صا.
ولا يتصدى للخطبة إلارجل عرف ببلاغته وقوة تأثيره, ولذلك نجد الخطب الإسلامية تؤثر
في الناس أكثر من تأثير الشعر, بعكس ما كان سائدًا في العصر الجاهلي فإن الشاعر
يؤثر أكثر من الخطيب.
نماذج من الخطابة:
1- خطبة النبي صلى الله عليه وسلم بالخيف في مني:
روى زيد
بن ثابت: أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب بالخفيف من منى فقال: ((نضّرالله عبدًا
سمِعَ مقالتي فوعها, ثم أدّاها إلى من لم يسمعها, فربَّ حامل فقهٍ لا فقه له, ورب
حامل فقه إلى من هو أفقه منه. ثلاثة لا يُغِلُّ عليهنَّ قلب المؤمن: إخلاص العمل
لله, والنصيحة لأولي الأمر, ولزوم الجماعة إنّ دعوتهم تكون من ورائه. ومن كان همه
الآخرة: جمع الله شمله وجعل غناه في قلبه, وأتته الدنيا وهي راغمة. ومن كان همه
الدنيا : فرق الله أمره, وجعل فقره بين عينيه, ولم يأته من الدنيا إلا ما كتب له))
2- خطبة عمر بن الخطاب رضى الله عنه يوم تولى الخلافة :
((اقرؤوا القرآن
تعرفوابه, واعملوا به تكونوا من أهله, إنه لم يبلغ حقٌّ ذي حقّ أن يطاع في معصية
الله, ألاوإني أنزلت نفسي من مال الله بمنزلة والي اليتيم: إن استغنيتُ عففت وإن
افتقرت أكلت بالمعروف تَقَرُّمَ البَهْمَةِ الأَعْرَابِيَّةِ: القَضْمَ لا
الخَضْمَ))
الرسائل:
كانت
الكتابة معروفة في مكة قبل بعثه الرسول صلر الله عليه وسلم ولكنها قليلة جدا,
وعندما نزل القرآن الكريم حث على الكتابة فقد قال تعالى: ((ياأيُّها الذين
آمنوا إذا تدايَنْتُم بِدَيْنٍ إلىَ أَجَلٍ مُسَمًّى فاكتبوه)) وقال تعالى ((اقرأ وربك الأكرم
الذي علم بالقلم)) وقال تعالى ((ن. والقلم وما يسطرون)) والكتابة الفنية
في عهد الرسول صلى الله عليه وسلم تنحصر في كتابة الرسائل, وكتابة الرسائل امتداد
للحديث العادي ولذلك نجد الرسائل تخلو من التكلف فهي سهلة العبارة خالية من عبارات
التفخيم تنصب على الغرض الذي أنشئت من أجله, وهي تبتدىء عادة ب(من عبدالله فلان
إلى فلان أما بعد)
وتشمل
الرسائل في عهد الرسول صلى الله عليه وسلم : الرسائل إلى الملوك والأمراء,
والرسائل إلى عمال الدولة, بالإضافة إلى الرسائل الشخصية, وفي عهد الخلفاء
الراشدين كانت الرسائل ترسل من الخليفة إلى الأمراء والقواد والقضاة. وكانت الرسائل
تشتمل على وصايا وتعليمات كما أنها تشمل المناشير التي تعمم للمسلمين, وطريقة
كتابة الرسالة في زمن الخلفاء الراشدين لم تختلف عما كانت عليه في زمن الرسول صلى
الله عليه وسلم إلا بنوع من الإطناب, كما نجد في رسائل عمر, أو رسائل علي رضي الله
عنهما.
نماذج من الرسائل:
رسالة النبي صلى
الله عليه وسلم إلى ملك فارس:
((من محمد رسول الله
إلى كسرى عظيم فارس:
سلام على من اتبع الهدى وآمن بالله ورسوله,
وأدعوك بدعاء الله تعالى, فإني أنا رسول الله إلى الناس كافة لأنذر من كان حيّا
ويحق القول على الكافرين. فأسلم تسلم))
DAFTAR
PUSTAKA
Wargadinata, Wildana dan Laily
Fitriani.2008.Sastra Arab dan Lintas Budaya.UIN
Malang Press: Yogyakarta
Faishal,Abdul ‘Aziz Muhammad.1406 H. Al-Adabi
al-‘arobi at-tarikh.
No comments:
Post a Comment
Thank You ^_^